Aliran Qadariyah
1.
Pengertian
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara
yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi
istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya
atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya.
Harun Nasution menegaskan bahwa aliran
ini berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin, orang-orang yang
berpaham Qadariyah adalah mereka yang
mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan
dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua
perbuatan, yakni baik dan buruk.
2.
Latar Belakang
Sejarah
lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar
teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad
al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu
Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Amin, aliran Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk
Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga
pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen
lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah
terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh
Hasan al-Basri sekitar tahun 700 M.
Ditinjau
dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah
sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya
selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi
hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam
Mu’tazilah.
3. Doktrin Ajaran
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya.
Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas
kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup
mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan
demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham
takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah
berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu
paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.
Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan
sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah
yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali,
yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara
alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti
hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan kecuali tidak mempunyai
sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia
tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus
kilogram.
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut
pokok-pokok ajaran qadariyah sebagai
berikut :
a.
Orang
yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang
fasikk itu masuk neraka secara kekal.
b.
Allah
SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik
(surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka)
atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah
berhak disebut adil.
c.
Kaum
Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah
tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan
melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu
mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
d.
Kaum
Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala
sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya terlepas
apakah paham qadariyah itu di
pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al Qur’an dapat di
jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah.
Dalam QS. Al Ra’ad ;
11,
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan diri mereka sendiri”
QS. Al-Kahfi ; 29
“Kebenaran
itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
4.
Tokoh
a. Ma’bad Al-Juhani
b. Ghailan al Dimasyqi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar