Aliran Jabariyah
1.
Pengertian
Secara bahasa Jabariyah berasal dari
kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid
dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah
adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara
istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan
semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan
perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah
paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang
dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh
Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa
Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah
ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam datangke masyarakat arab.
Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan
pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak
bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka
untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk dan
patuh kepada kehendak tuhan.
2.
Latar Belakang
Adapun
mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan
yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan
masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar
dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu
Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang
bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat
yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama
Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah
bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang
panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan
suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon
kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
Harun
Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyatalkat arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan
kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran
hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan
mereka kepada paham fatalisme.
3.
Doktrin Ajaran
Adapun
ajaran-ajaran Jabariyah dapat
dibedakan berdasarkan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
a. Aliran
ekstrim.
Diantara tokoh
adalah Jahm bin Shofwan dengan pendaptnya adalah bahwa manusia tidak mempu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini
lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep
iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga
dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam
pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama
dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk.
Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar,
dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat
kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah
atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin
Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Al Qur’an adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan
tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa
dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh
Allah dalam segala hal.
Dengan demikian
ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya,
terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan
kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan
perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala
akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya
adalah merupakan ketentuan Allah.
b. Aliran Moderat
Menurut Tuhan
menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak
seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta
perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh
yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat
lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.
Dasar
pemahaman pada aliran jabariyah ini dijelaskan Al Qur’an diantaranya :
QS.
Al-saffat; 96
“Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
QS. Al Insan; 30
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan
itu), kecuali bila dikehendaki Allah”.
Selain ayat-ayat Al Qur’an di atas,
benih-benih faham Jabariyah juga
dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:
a.
Suatu ketika Nabi menjumpai
sabahatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang
mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b.
Khalifah Umar bin al-Khaththab
pernah menangkap seorang pencuri. Ketika ditntrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku
mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap
orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman
kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman
dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c.
Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib
ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi dengan
qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya”. Kemudian Ali
menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan
siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah
paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah,
dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat
dosa.
d.
Adanya paham Jabariyah telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang
tumbuh berkembang di Syiria.
4.
Tokoh
a.
Jahm
bin Shafwan
b.
Al-Ja’ad
Bin Dirham
c.
Husain
Bin Muhammad Al Najjar
d.
Dirar
Ibn ‘Amr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar