Minggu, 27 Oktober 2013

Selayang Pandang


Selayang Pandang
Asep Rifqi Ahmad Syaoqi, lahir di Tasikmalaya , 05 Desember 1996. Saya sekarang tinggal di Pondok Pesantren Sukahideng dimulai dari MTsN Sukamanah sampai sekarang. Ketika usia 6 tahun saya masuk SDN Mekarrahayu dari tahun 2003 sampai tahun 2009. Kemudian setelah lulus SD saya melanjutkan sekolah ke MTsN Sukamanah dari tahun 2009 sampai tahun 2012, setelah lulus dari MTsNSukamanah saya melanjutka ke MAN Sukamanah dari tahun 2012 samapai sekarang. Sekarang saya duduk di kelas XI Agama. Ketika masih SD saya mempunyai keinginan untuk melanjutka ayah yaitu ingin menjadi ustadz. Setelah lulus SD saya disuruh oleh ayah melanjutkan sekolah ke MTsN Sukamanah sebab di MTs itu pelajaran agamanya ada tambahannya, diantaranya adalah Bahasa Arab, Fiqih, Alqur`an Hadits, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Didalam pelajaran-pelajaran itu masimg-masing 2 jam setiap pelajarannya. Saya masuk MTsN Sukamanah ketika usia 12 tahun. Kemudian saya oleh ayah disuruh tinggal di Pesantren. Ketika di Pesantren saya mengikuti lomba pidato bahasa arab alhamdulillah menjadi juara 1. Setelah menjadi juara keinginan saya menjadi kuat dan konsisten. Ketika di MTs saya mengikuti lomba yaitu Tahfidz Al Qur`an dan alhamdulillah menjadi juara 1. Setelah lulus dari MTs saya melanjutkan ke MAN Sukamanah. Di MAN Sukamanah saya mengambil program/jurusan keagamaansebab diprogram itu belajarnya kebanyakan pelajaran agama. Mudah–mudahan keinginan saya tercapai.



Sabtu, 26 Oktober 2013

Isra’ Mi’raj


Isra’ Mi’raj

1.  Pengertian Isra’ Mi’raj
a.   Bahasa
Isra’ berarti perjalanan dimalam hari. Dalam Isra, Nabi SAW., "diperjalankan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram di Makkah hingga Masjidil Aqsha di Palestina.
Mi’raj adalah tangga alat naik. Dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit menggunakan kendaraan Buraq sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi.
b.  Istilah
Isra Mi’raj adalah peristiwa diperjalankannya Rasulullah Saw. dari Mekah ke Bayt al Maqdis, kemudian naik ke Sidrat al Muntaha dan kembali lagi ke Mekah pada suatu malam dalam waktu singkat.
Peristiwa isra secara eksplisit dijelaskan dalam QS Al Isra (17), sementara mi’raj disebut dalam QS. Al-Najm (53).

2.  Dalil Isra’ Mi’raj
a.   Al Qur’an
1)   QS. Al Isra’ (17) : 1

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

2)   QS. Al Isra’ (17) : 78

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh.  Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

3)   QS. Al Najm (53) : 13-18  

13. Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, 14. (yaitu) di Sidratil Muntaha 15. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, 16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. 17. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. 18. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

b.   Hadits
1) Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah ra, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi : “Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka’bah) antara tidur dan jaga”, kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. “Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq. (HR al-Bukhari (3207).
2) Aisyah r.a. berkata, “Allah Ta’ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya).” (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula. (HR. Bukhari no. 195)
3) Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar ra. Mereka bertanya: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?" Dia (Abu Bakar) menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: "Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur." Mereka berkata: "Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?" Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore." Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi nama ash-Shiddiq. (HR al-Hakim dari Aisyah radhiyallahu anha. Shahih lighairih menurut al-Albani dalam ash-Shahihah I: 306).
    Dari keterangan hadis-hadis tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw dijalankan di waktu malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril!. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan malam hari itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.

3.   Proses
Isra’ Mi’kraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah   hijrah ke Madinah. Menurut Abu A’la  Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut   Al Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, sebagian ulama menyebut terjadi pada tahun 12 kenabian.
Perjalanan Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Bayt Al Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al Qur’an disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.
Peristiwa Isra’ Mi’raj bermula ketika Malaikat Jibril AS mendapat perintah dari Allah untuk menjemput Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah SWT. Jibril membangunkan Rasul dan membimbingnya keluar Masjidil Haram ternyata diluar masjid telah menunggu kendaraan bernama Buraq sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan rambat cahaya dan setiap langkahnya sejauh mata memandang.
Sayyid Qutub dalam kitabnya yang terkenal, Fi Zhilal Al Qur’an menyatakan, ‘‘Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah perjalanan yang murni pilihan daripada Zat Yang Maha Kasih dan Maha Lembut, yang menghubungkan akar kesejarahan agama-agama besar dari zaman Nabi Ibrahim dan Ismail hingga Nabi Muhammad SAW”.
Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”. Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?” “tidak tahu”, kata Rasul. “Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.
Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.
Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”“Saudaramu para Nabi dan Rasul”. Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidrat al Muntaha.
Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An Najm : 13 – 18).
Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“. Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“. Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“. Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.
“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.
Kemudian Rasul turun ke Sidrat al Muntaha. Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”. Lalu Rasul memuji Allah.
Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.

4.  Beberapa peristiwa yang terjadi selama Mi’raj
a.  Sampai di Sidrat al Muntaha
Sidrat al Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut: Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) Dengan demikian, secara bahasa Sidrat al Muntahā berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al Qur’an, yaitu pada ayat: ...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)
Sidrat al Muntahā  digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu, sebagaiman Hadis ; Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat   Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat   Bukhari (3207) dan Muslim (164).
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidrat al Muntahā sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud ra, adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidrat al Muntahā dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
b.  Melihat Allah
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad SAW., pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihatNya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihatNya dengan mata hati antara lain Baihaqi, Al Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits ;
Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Cahaya, Bagaimanakah aku melihat-Nya?" Hadits riwayat Muslim (178.1), Kitab Al Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihatNya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya"
Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: “Aku telah melihat cahaya”. Hadits riwayat Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
c.   Melihat sosok asli Malikat Jibril
Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap. Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)
Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla, maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9). Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap." Hadits riwayat Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
d.  Menerima Perintah Shalat
Di Sidrat al Muntahā  ini Nabi Muhammad SAW.,  mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad SAW., sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Diantara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud ;
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian beliau meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." Hadits riwayat Ibnu Majah (1400) dengan redaksi di atas, dan Ahmad (2884). Menurut Al Albani, hadits ini hasan lighairih.
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisra’kan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun". HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, At Tirmidzi (3276), An Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).

5.  Pendekatan Rasional
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad saw. tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian Al Qur’an tentang peristiwa Isra' Mi'raj ini, dalam QS. Al Isra' sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut: Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya (QS 16:8); Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS 16:74); dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS 17:85); dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya: Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS 17:36).
Apa yang ditegaskan oleh Al Qur’an tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: "Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun. Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun." Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa "pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia."
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa IsraMi’raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara "ilmiah" menjadi tidak ilmiah lagi. Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa IsraMi’raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.

6.  Pendekatan Iman
Pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya." Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh Al Qur’an.
Dengan pendekatan imany inilah akal harus siap menerima hal-hal yang tidak ilmiah. Sebab seperti dikatakan oleh Syeikh Sya’rawi, da’i terkemuka Mesir: Al-îmânu qad yufhamu wa qad lâ yufhamu (masalah-masalah keimanan terkadang dapat dipahami dan terkadang tidak).
Kita percaya kepada IsraMi’raj selama semua itu diciptakan serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al Qur’an adalah masa depan ruhani manusia demi mewujudkan keutuhannya.
Sebelum Al Qur’an mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah berfirman: Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipudayakan. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS 16:127-128). Inilah pengantar Al Qur’anyang disampaikan sebelum diceritakannya peristiwa Isra' dan Mi'raj.

7.  Makna Isra’ Mi’raj terhadap Keimanan Manusia
Agaknya, yang lebih wajar untuk dipertanyakan bukannya bagaimana IsraMi’raj terjadi, tetapi mengapa IsraMi’raj terjadi. Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa ini (dalam QS. Al-Isra'), ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu QS. Al Isra’ 78. Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Shalat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena ia merupakan pengejawantahan dari hubungannya dengan Tuhan, hubungan yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam raya ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem. Shalat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Mahadahsyat dan Maha Mengetahui. Dan bila demikian, maka tidaklah keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula ia melaksanakan shalatnya.
Shalat juga merupakan kebutuhan jiwa. Karena, tidak seorang pun dalam perjalanan hidupnya yang tidak pernah mengharap atau merasa cemas. Hingga, pada akhirnya, sadar atau tidak, ia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Dia Yang Maha Kuasa. Dan tentunya merupakan tanda kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat dirinya didesak oleh kebutuhannya.
Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena shalat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan. Karena itu, Alexis Carrel menyatakan: "Apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut."
Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al Qur’an yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' dalam surat Al-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan pembangkangan satu kelompok masyarakat terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang mereka tidak duga (QS 16:26).
Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa IsraMi’raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur, antara lain adalah: Jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mereka menaati Allah untuk hidup dalam kesederhanaan), tetapi mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadap mereka ketetapan Kami dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS 17:16).
Ditekankan dalam surat ini bahwa "Sesungguhnya orang yang hidup berlebihan adalah saudara-saudara setan" (QS 17:27). Dan karenanya, hendaklah setiap orang hidup dalam kesederhanaan dan keseimbangan: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu (pada lehermu dan sebaliknya), jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal (QS 17:29).
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang ibadah. Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di QS. Al Isra' ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat: Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya (QS 17: 110).
Jalan tengah di antara keduanya ini berguna untuk dapat mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Di saat yang sama, shalat yang dilaksanakan dengan "jalan tengah" itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama Muslim atau non-Muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa ini, Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian, masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah: Katakanlah wahai Muhammad, "Hendaklah tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan kemampuannya masing-masing." Tuhan lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS 17:84).

8.    Hikmah
a.   Peristiwa IsraMi’raj membuktikan kekuasaan Allah yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Akan muncul sederet keberatan ilmiah jika kita mencoba mendekatinya dengan ilmu pengetahuan. Semestinya kita menyisakan ruang dalam hati untuk mempercayai dan mengimaninya.
b.   Peristiwa Isra’ Mi’raj hanya dapat diterima dengan keyakinan yang mendalam bahwa hal itu benar-benar terjadi atas dasar kekuasaan Allah yang diinformasikanNya dalam Al Qur’an, sedang apa yang termaktub dalam Al Qu’an adalah haq keadaanya.
c.   Peristiwa Isra’ Mi’raj yang bernuansa ruhaniah itu mendorong manusia untuk melakukan hubungan dengan Allah secara intim melalui ritual shalat dan membangun persaudaraan antara manusia dengan seluruh mahluk, karena shalat diantaranya mempunyai fungsi menahan yakni menjadikan manusia untuk tidak melakukan aneka keburukan  yang akan menjatuhkan nilai harkat dan martabatnya sebagai mahluk tersempurna.
d.   Peristiwa IsraMi’raj adalah sebuah ujian keimanan. Manusia tidak hanya ditantang dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang tampak, tetapi Tuhan juga menyodorkan tantangan-Nya berupa tanda-tanda kekuasaan yang jauh di luar jangkauan manusia.